Kaidah Mujmal dan Kaidah Mubayyan
KAIDAH MUJMAL DAN MUBAYYAN
1.
KAIDAH MUJMAL
Secara bahasa, mujmal berarti samar-samar dan beragam/majemuk.
Sedangkan menurut istilah berarti lafadz yang maknanya tergantung pada lainnya,
baik dalam menentukan salah satu maknanya atau menjelaskan tata caranya, atau
menjelaskan ukurannya.
Contoh lafadz mujmal:
a.
Lafadz yang masih memerlukan lainnya untuk menentukan maknanya
Terdapat pada
kata “rapat” dalam bahasa Indonesia misalnya memiliki dua makna, yaitu
perkumpulan dan tidak ada celah. Sedangkan dalam Al-Qur’an misalnya pada surat
al-Baqarah:228:
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ
kata
(القرء) dalam ayat tersebut bisa berarti suci
atau haidh. Sehingga untuk menentukan maknanya membutuhkan dalil lain.
b.
Lafadz yang membutuhkan lainnya dalam menjelaskan tata caranya
Terdapat pada
surat An-Nur: 56,
وَأَقِيمُوا الصَّلاة
kata “mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmal/belum
jelas karena tidak diketahui tata caranya, sehingga butuh dalil lainnya untuk
memahami tata caranya. Begitu pula ayat-ayat haji dan puasa.
c.
Lafadz yang membutuhkan lainnya dalam menjelaskan ukurannya
Pada surat
an-Nur:56,
وَآَتُوا الزَّكَاةَ
kata
“menunaikan zakat” masih mujmal karena tidak diketahui ukurannya, sehingga
untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya.
2.
KAIDAH MUBAYYAN (المبيَّن)
Mubayyan secara bahasa berarti yang ditampakkan dan yang
dijelaskan. Secara terminologi, mubayyan adalah seperti yang didefinisikan oleh
al-Asnawi, yaitu lafadz yang jelas (maknanya) dengan sendirinya atau dengan
lafadz lainnya.
Namun, ada juga yang mendefinisikan Mubayyan sebagai “apa yang
dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya atau adanya penjelasan.
v Contoh yang dapat difahami maksudnya
dengan asal peletakannya
Lafadz
langit, bumi, gunung, adil, dholim, jujur, dsb. Maka kata-kata ini dan yang
semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak membutuhkan dalil
yang lain dalam menjelaskan maknanya.
v Contoh yang dapat difahami maksudnya
setelah adanya penjelasan
Firman
Allah ta’ala: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat” (QS.
Al-Baqarah:43)
Maka
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, keduanya adalah mujmal, tetapi (Allah
ta’ala) telah menjelaskannya, sehingga lafadz keduanya menjadi jelas setelah
adanya penjelasan.
Dalam
hubungannya dengan Mubayyan, maka dapat kita pahami bahwa ada tiga hal disini. Pertama,
adanya lafadz yang mujal yang memerlukan penjelasan atau disebut Mubayyan (yang
dijelaskan). Kedua, ada lafadz lain yang menjelaskan lafadz yang Mujmal
tadi atau disebut Mubayyin (yang menjelaskan). Dan ketiga, adanya
penjelasan atau disebut juga dengan Bayan.
3.
MACAM-MACAM BAYYAN
Ulama Syafi’iyah membagi bayan kepada 7 macam, diantaranya yaitu:
a.
Penjelasan dengan perkataan
Contohnya pada QS
Al-Baqarah [2] : 196 :
“Tetapi jika ia tidak
menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari
dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna.”
Ayat tersebut merupakan
bayan (penjelasan) terhadap rangkaian kalimat sebelumnya mengenai kewajiban
mengganti korban (menyembelih binatang) bagi orang-orang yang tidak menemukan
binatang sembelihan atau tidak mampu.
b.
Penjelasan dengan mafhum perkataan
Contohnya,
firman Allah SWT dalam surat al-Isra’ ayat 23, tentang laranan mengatakan “ah”
kepada orang tua. Mafhum dari ayat tersebut adalah melarang seorang anak untuk
menyakiti orang tuanya, seperti memukul, dll. Karena mengucapkan “ah” saja tidk
boleh, apalagi memukul.
c.
Penjelasan dengan perbuatan
Contoh:
Rasulullah SAW menjelaskan perintah mendirikan shalat, dalam ayat Al-Qur’an,
lalu Rasulullah SAW mencontohkan cara melakukan shalat tersebut.
d.
Penjelasan dengan Iqrar “pengakuan”
Contoh:
Rasululah melihat Qayis shalat dua rakaat sesudah shalat subuh. Maka Rasulullah
bertanya kepada Qayis, lalu Qayis menjawab dua raka’at itu adalah shalat sunat fajar.
Rasulullah tidak melarang. Ini menunjukkan dibolehkan shalat sunat sesudah
shalat subuh.
e.
Penjelasan dengan Isyarat
Contoh:
penjelasan Rasulullah SAW, tentang jumlah hari dalam satu bulan. Beliau
mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya
sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Maksudnya bahwa bulan
itu kadang-kadang 30hari, kadang juga 29 hari.
f.
Penjelasan dengan tulisan
Contohnya:
Rasulullah SAW menyuruh juru tulis beliau menuliskan hukum-hukum mengenai
pembagian harta warisan, dll.
g.
Penjelasan dengan qiyas
Contoh:
Rasulullah SAW menjawab seorang penanya melakukan haji untuk ibunya yang sudah
meninggal. Rasulullah bertanya, “bagaimana kalau ibumu punya hutang, apa kamu
bisa membayarnya?” hadist tersebut menqiyaskan mengganti haji orang tua dengan
membayar hutangnya.
4.
KAIDAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUJMAL DAN MUBAYYAN
a.
تَأْخِيْرُ الْبَيَانِ عَنِ وَقْتِ الْحَاجَةِ
لاَيَجُوْزُ
Artinya:
“Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan”
Contoh:
Ketika Fatimah binti hubaisy bertanya kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, saya
ini wanita yang berpenyakit (istihadhoh) yang belum mandi. Apakah saya harus
sholat?” Nabi menjawab: Darah itu hanya keringat biasa bukan haid.
Dari
hadist ini bisa dipahami bahwa darah istikhadhoh adalah tidak mewajibkan untuk
mandi besar.
b.
تَأخِيْرُ البَيَانِ عَنْ وَقْتِ
الخِطَابِ يَجُوْز
Artinya
“Mengakhirkan penjelasan pada saat diperintahkan sesuatu dibolehkan”
Contoh:
Perintah tentang sholat, puasa, zakat, dan haji. Semuanya dijelaskan secara
bertahap dan mendetail. Tidak langsung dijelaskan tetapi penjelasannya
diakhirkan.
CONTOHNYA Bisa disatuin gak antara mubayyan dengan mujmalnya
BalasHapusApa pengertiannya : Mengakhirkan penjelasan ketika waktu di butuhkam adalah tidak boleh
BalasHapus