Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Perekonomian

Kebijakan moneter memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian yang dimana menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh Bank Sentral mempengaruhi berbagai akivitas ekonomi dan keuangan yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir atau sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
Dampak kebijakan moneter dalam makroekonomi, menggambarkan adanya perbedaan antara dampak kebijakan moneter dalam jangka pendek dan jangka menengah, diantaranya:
1)                  Jangka Menengah/Panjang
Memberikan penjelasan mengenai hubungan antara inflasi, pertumbuhan output dan pertumbuhan uang. Ekspansi moneter akan meningkatkan pertumbuhan output dan kemudian meningkatkan tingkat harga umum. Secara rata-rata, tingkat inflasi akan sama dengan kelebihan ekspansi moneter atas biaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan potensial dalam perekonomian.
Pada jangka menengah tidak terdapat trade off bahwa otoritas dapat mengeksploitasi untuk meningkatkan output pada tingkat inflasi yang tinggi. Pernyataan tersebut berdasarkan dua alasan, yaitu:
a.                   Pada jangka pendek para pelaku ekonomi belajar dari kesalahan yang telah dibuat di masa lalu dan mengakhirinya dengan prediksi yang baik tentang bagaimana perekonomian bekerja
b.                   Selanjutnya harga dan upah menjadi fleksibel dan diikuti oleh pasar barang dn pasar tenaga kerja yang sempurna
Hal tersebut berimplikasi bahwa pada jangka menengah inflasi dianggap sebagai fenomena moneter, otoritas moneter tidak bisa menggerakkan perekonomian melalui inflasi yang tinggi, sehingga inflasi yang tinggi pada akhirnya akan memperburuk perekonomian.

2)                  Jangka Pendek
Dampak kebijakan moneter dalam jangka pendek muncul adanya kekompleksitasan. Secara umum, jika harga dan upah sangat fleksibel, maka pasar barang dan pasar tenaga kerja akan sempurna, setiap agen ekonomi akan memiliki informasi penuh tentang kondisi perekonomian dan kebijakan yang akan akan diterapkan oleh otoritas moneter. Pada kondisi ini, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek kebijakan moneter hanya akan mempengaruhi harga. 
Ketika masyarakat membuat ekspektasi berdasarkan seluruh informasi yang tersedia, maka kebikan moneter akan mempunyai efek riil hanya jika kebijakan moneter tidak diantisipasi. Kebijakan moneter yang tidak diantisipasi akan menimbulkan missperception tentang perubahan harga sebagai perubahan pada harga relatif. Pada jangka pendek tidaklah mencukupi untuk melakukan penyesuaian, namun ketika masyarakat mulai belajar dan memperbaiki ekspektasinya sepanjang waktu, maka harga akan menyesuaikan secara sempurna dan output akan berada pada keseimbangan ketika jangka menengah. Disisi lain, jika kebijakan moneter diantisipasi secara sempurna oleh masyarakat, maka agen akan menggunakan informasi yang dimiliki dalam perhitungan dan dalam membuat keputusan ekonomi. Sehingga keijakan moneter akan secara penuh dan cepat menggerakkan harga tanpa memiliki dampak jangka pendek terhadap output.

2.1               TEORI EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER
Ada beberapa pendapat yang menyoroti sejauh mana efektivitas kebijakan moneter dalam meningkatkan pendapatan, meningkatkan kesempatan kerja, serta memengaruhi variabel-variabel ekonomi makro lainnya. Beberapa teori dikenal dengan apa yang disebut dengan Natural Rate Hypothesis dan Rational Expectation Hypothesis.
2.1.1         Natural Rate Hypothesis dan Rational Expectation Hypothesis
Teori Natural Rate Hypothesis berpendapat bahwa kebijakan moneter hanya efektif dalam jangka pendek dan menjadi tidak efektif untuk jangka panjang. Adapun Rational Expectation Hypothesis berpendapat bahwa kebijakan moneter tidak efektif baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk mempermudah menjelaskan dasar pemikiran kedua hipotesis tersebut, berikut ini diberikan suatu contoh. Misalnya bank sentral melakukan ekspansi moneter dengan maksud untuk meningkatkan kegiatan ekonomi melalui peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat. Kenaikan pengeluaran konsumsi pada umumnya akan mendorong kenaikan harga-harga. Bagi produsen kenaikan harga tersebut akan memberikan keuntungan tambahan karena marjin keuntungan yang diterima menjadi semakin besar. Dengan keuntungan yang semakin besar, produsen akan terdorong meningkatkan produksinya.
Untuk dapat meningkatkan produksi, produsen akan berusaha memperoleh tambahan tenaga kerja dengan memberikan tingkat upah yang lebih tinggi agar masyarakat bersedia menawarkan tenaganya lebih banyak. Walaupun kenaikan upah yang ditawarkan pengusaha tidak sebesar kenaikan harga-harga pada umumnya, atau upah riil menurun, mereka merasa bahwa upah yang mereka terima meningkat (money illusion). Dengan demikian, ekspansi moneter tersebut sangat efektif dalam usaha meningkatkan kegiatan produksi dan memperluas kesempatan kerja.



2.1.2         Perbedaan Pandangan
Menurut Natural Rate Hypothesis, efektivitas ekspansi moneter tersebut hanya efektif dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang kegiatan produksi dan kesempatan kerja yang semula meningkat dan meluas akan kembali menurun sampai ke tingkat semula. Hal ini disebabkan dalam jangka panjang masyarakat mulai sadar bahwa upah riil yang mereka terima sebenarnya mengalami penurunan karena kenaikan upah nominal lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga-harga.
Setelah mereka sadar, mereka tidak lagi bersedia menawarkan tenaganya lebih dari tingkat semula. Kalaupun kaum pekerja berhasil menuntut upah nominal yang lebih tinggi dan bahkan sama besarnya dengan kenaikan harga-harga, kenaikan upah ini akan mematikan gairah produsen meningkatkan produksinya karena profit margin yang awalnya meningkat kembali menurun sampai ke tingkat semula.
Menurut Rational Expectation, ekspansi moneter tidak efektif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena masyarakat menyadari bahwa walaupun secara nominal upah meningkat, secara riil upah tidak mengalami kenaikan.
Apabila upah riil tidak berubah, masyarakat tidak bersedia meningkatkan penawaran tenaganya sehingga kebijakan moneter tidak akan membawa dampak perluasan produksi/kesempatan kerja, tetapi justru hanya mengakibatkan inflasi. Produsen juga sadar bahwa kenaikan harga barang-barang produksi mereka tidak akan memberikan suatu keuntungan tambahan karena ongkos-ongkos produksi, terutama tenaga kerja juga mengalami kenaikan yang sama besarnya.
Rational Expectation Hypothesis akhir-akhir ini mendapatkan perhatian besar dan menjadi bahan perdebatan sengit di kalangan ekonomi terkemuka. Sebagian dan mereka tidak percaya bahwa masyarakat akan begitu pandai dan jeli dalam mengamati perkembangan situasi ekonomi dan moneter dan melakukan tindakan antisipasi sehingga tidak memberikan peluang sedikit pun bagi bank sentral untuk memperbaiki keadaan perekonomian.
Sebaliknya, ekonom yang mendukung hipotesis ini percaya bahwa dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, masyarakat akan mampu memperkirakan tindakan moneter yang akan dilakukan oleh bank sentral sehingga segala kebijakan yang ditempuh oleh bank sentral tidak akan ada manfaatnya karena telah diantisipasi oleh masyarakat.

2.2               EFEK-EFEK DARI KEBIJAKAN MONETER
2.2.1         Efek Subtitusi
Dalam teori tentang barang, dikebal sebuah dalil yang populer dengan, deminishing marginal utility.” Makin banyak sejenis barang diterima oleh seseorang, akan semakin kecil kegunaan barang tersebut bagi orang yang memperolehnya.
Dalil tersebut juga berlaku terhadap uang. Semakin banyak uang diterima oleh seseorang, semakin kecil nilai tambah kegunaan yang bisa diperoleh orang tersebut atas uang yang diterimanya. Makin banyak uang yang diterima seseorang, akan semakin besar hasrat orang tersebut itu menukarkan uangnya dengan barang atau jasa yang dapat memberi nilai tambah kegunaan yang lebih besar. Efek inilah yang dikenal dengan efek substitusi atau substitution effect.
Secara ilustratif, dalil ini bisa diibaratkan sebagai gelas yang diisi air. Gelas itu hanya mampu menampung air sebatas kemampuan gelas itu. Jika air yang dituang berlebih, air akan meluber ke luar. Kelebihan air itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain.
Dalam skala yang luas, dalil ini juga berlaku di pasar. Penambahan jumlah uang beredar di pasar, akan meningkatkan konsumsi barang-barang dan jasa-jasa. Mengapa? Karena hasrat masyarakat menukarkan uangnya ke dalam bentuk lain yang memberi nilai tambah, seperti barang dan jasa, akan meningkat. Kecenderungan demikian akan memengaruhi sektor riil, yaitu berupa peningkatan produksi untuk memenuhi peningkatan konsumsi.
Kenaikan produksi tersebut pada akhirnya akan meningatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Namun, kenaikan produksi tidak akan berlangsung terus-menerus tanpa batas. Pada suatu kondisi akan tercapai titik jenuh. Apabila kemudian ternyata kapasitas perekonomian mencapai titik jenuh, dan kapital yang tersedia menjadi terbatas, perekonomian tidak mampu lagi meningkatkan produksi dan memperluas investasi. Yang akan terjadi kemudian bukan lagi berupa kenaikan produksi, melainkan kenaikan harga-harga barang dan jasa pada umumnya. Kenaikan harga-harga inilah yang kemudian dikenal dengan inflasi.
Monetaris yang dipelopori oleh Milton Friedman meyakini bahwa ekspansi moneter dalam jangka panjang tidak akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, tetapi hanya akan meningkatkan inflasi.

2.2.2         Efek Suku Bunga
Ekspansi moneter selain mendorong masyarakat menukarkan uangnya dengan barang dan jasa dapat juga mendorong masyarakat menukarkan uangnya ke dalam bentuk aset keuangan (financial assets). Preferensi masyarakat untuk membeli aset tersebut akan mengakibatkan kenaikan harga-harga aset keuangan tersebut yang berarti pula terjadinya penurunan suku bunga dari aset keuangan tersebut. Penurunan sukubunga tersebut akan mengurangi biaya modal (cost of capital) dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan produksi dan investasi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta memperluas kesempatan kerja.
Namun, di sisi lain, penurunan suku bunga sebagai akibat ekspansi moneter dapat mendorong perpindahan kapital ke luar negeri atau capital flight, khususnya ke negara di mana tingkat bunga di negara tersebut lebih menguntungkan. Capital flight pada gilirannya akan merugikan neraca pembayaran.
Dapat pula disimpulkan bahwa tingkat bunga merupakan salah satu variabel penting yang memengaruhi masyarakat dalam memilih bentuk kekayaan yang ingin dimilikinya, apakah dalam bentuk uang, financial assets, atau benda-benda riil seperti tanah, rumah, mesin, barang dagangan, dan lain sebagainya. Mana yang memberikan tingkat bunga lebih tinggi akan lebih diminati.
Baik efek substitusi maupun efek suku bunga memberi pengaruh terhadap perkembangan perekonomian sektor luar negeri. Bagaimana hal ini bisa terjadi, dapat dipahami karena peningkatan permintaan konsumsi barang dan jasa sebagai akibat adanya ekspansi moneter akan mengurangi volume ekspor. Mengapa? Karena sebagian barang dan jasa yang semula dimaksudkan untuk dieskpor ternyata terserap di pasar dalam negeri. Hal ini dapat terjadi karena kebutuhan konsumsi dalam negeri mengalami peningkatan.

2.2.3         Efek Kekayaan
Sebagaimana disebutkan pada efek substitusi dan efek suku bunga, ekspansi moneter dapat mendorong naiknya harga-harga barang alias inflasi. Kenaikan harga-harga, bagi orang-orang yang memiliki kekayaan dalam bentuk riil seperti tanah, bangunan, rumah, dan lain-lain, akan menyebabkan meningkatnya nominal kekayaan yang mereka miliki. Tanah yang tadinya berharga Rp100 juta misalnya, dengan naiknya harga-harga nilainya akan meningkat menjadi Rp120 juta. Secara nominal, kekayaan si pemilik tanah tersebut meningkat.
Kenaikan harga nominal itu akan membuat orang-orang merasa dirinya lebih kaya dibandingkan dengan sebelum adanya inflasi. Perasaan tersebut akan mendorong hasrat orang-orang untuk meningkatkan konsumsinya. Dalam teori moneter, hal tersebut di atas dikenal sebagai “wealth effect” atau efek kekayaan yang dampak moneternya sama dengan efek substitusi dan efek suku bunga.
Apabila ternyata ilusi tersebut mendorong kenaikan konsumsi, dampak lebih lanjut terhadap perekonomian adalah sama dengan apa yang telah diuraikan dalam efek substitusi dan efek suku bunga. Akan tetapi, apabila orang-orang ternyata tidak terpengaruh oleh ilusi sehingga tidak meningkatkan konsumsi, kebijakan moneter yang bersifat ekspansif tersebut tidak dapat mencapai sasarannya karena tidak peningkatan produksi dan perluasan kesempatan kerja.

2.2.4         Efek Ekspektasi Masyarakat
Akhir-akhir ini pengaruh ekspektasi masyarakat terhadap inflasi mendapatkan perhatian yang cukup besar di kalangan peneliti ekonomi. Berkembang sebuah pendapat bahwa apabila masyarakat cukup rasional, mereka akan mengambil tindakan untuk mengantisipasi terhadap kemungkdainan terjadinya inflasi. Tindakan tersebut adalah berupa pengurangan jumlah uang yang mereka pegang dengan membelanjakannya ke dalam bentuk barang-barang riil sehingga risiko kerugian memegang uang karena inflasi dapat dihindari.
Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga pada gilirannya akan mendorong kenaikan suku bunga. Apabila suku bunga meningakt lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga, secara riil return atas aset keuangan yang dimiliki akan menurun. Dan penurunan tersebut akan mendorong orang mengalihkan kekayaannya dari bentyj aset keuangan ke bentuk aset riil.
Dengan kondisi demikian, apabila masyarakat atau perusahaan dapat memanfaatkan bebagai informasi atau data moneter dengan baik sehingga dapat memperkirakan inflasi, mereka akan menaikkan harga-harga barang yang diproduksinya. Di sisi lain, para pekerja juga akan meminta upah yang lebih tinggi mendahului kemungkinan inflasi yang mereka perkirakan akan terjadi.
Tabel 1. Korelasi Kebijakan Moneter terhadap Perekonomian
No.
Jalur
Efek yang Timbul
Akibat
1
Efek Substitusi (substitution effect)
Kelebihan uang akan dibelanjakan barang dan jasa
·                     Permintaan terhadap barang d`an jasa meningakt
·                     Produksi meningkat
2
Efek Suku Bunga (interest rates effect)
Kelebihan uang dibelikan financial assets
·                     Permintaan terhadap financial assets meningkat
·                     Suku bunga turun
3
Efek Kekayaan (wealth effect)
Karena inflasi, masyarakat yang memiliki aset riil merasa lebih kaya
·                     Merasa lebih kaya masyarakat akan meningkatkan konsumsi barang dan jasa
·                     Produksi meningkat
4
Efek Ekspektasi Masyarakat (expectation effect)
Masyarakat melakukan antisipasi terhadap inflasi
·                     Pengusaha meningkatkan harga
·                     Pekerja meminta kenaikan upah

2.3               PENDUKUNG KEBIJAKAN MONETER
2.3.1         Lembaga Pendukung dari Kebijakan Moneter
Lembaga-lembaga Keuangan yang ada di Indonesia saat ini terdiri atas: bank sentral, perbankan, lembaga keuangan bukan bank, lembaga keuangan lainnya.
Rincian masing-masing lembaga dalam Sistem Keuangan tersebut adalah sebagai berikut.
a.                   Bank Sentral
Sesuai dengan UU no. 23 Tahun 1999 yang kemudian diamandemen dalam UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia adalah Bank Sentral Indonesia yang tujuannya adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Jadi sesuai UU tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter di indonesia. Wewenang yang diberikan kepada Bank Indonesia adalah menetapkan sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter. Cara pengendalian moneter yang dilakukan antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bertindak independen bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain.

b.                  Perbankan
Perbankan di Indonesia saat ini diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998. Menurut UU tersebut perbankan di Indonesia terbagi ke dalam dua jenis, yakni bank umun dan bank perkreditan rakyat (BPR).

c.                   Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
LKBB adalahsemua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya ke masyarakat terutama guna membiayai berbagai kegiatan.
Pada awalnya, dikenal tiga jenis LKBB di Indonesia, yaitu:
1)                  jenis pembiayaan pembangunan (development finance type)
2)                  jenis pembiayaan investasi (investment finance type)
3)                  jenis pembiayaan pemilikan perumahan (housing finance type)
LKBB jenis pembiayaan pembangunan adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya memberikan pinjaman jangka menengah dan panjang, serta melakukan penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan. Dana lembaga ini terutama berasal dari penerbitan surat-surat berharga seperti promes dan aksep.
LKBB jenis pembiayaan investasi adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya bertindak sebagai perantara dalam penerbitan surat-surat berharga serta sebagai penjamin terjualnya surat-surat berharga tersebut. Dana lembaga ini berasal dari penerbitan surat-surat berharga.
LKBB jenis pembiayaan pemilikan perumahan adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya memberikan pinjaman, terutama jangka menengah dan panjang, dalam rangka pemilikan rumah yang tidak mewah untuk golongan masyarakat berpenghasilan menengah. Dana lembaga ini berasal dari pengeluaran surat utang jangka menengah dan panjang, terutama dalam bentuk obligasi perumahan (housing bond).
Belakangan ini, lima jenis lembaga keuangan juga kerap dikelompokkan sebagai LKBB. Kelima jenis lembaga keuangan tersebut adalah sebagai berikut.
1)                  Modal Ventura
Modal ventura atau Venture Capital (VC) adalah modal yang disertakan oleh perusahaan modal ventura kepada pihak lain yang tujuannya untuk pembentukan perusahaan baru, perluasan usaha atau refinancing. Sementara itu, perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu.

2)                  Sewa Guna Usaha (Leasing)
Perusahaan sewa guna usaha (leasing company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara “finance lease” maupun “operating lease” untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, di mana penyewa guna usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. Sementara itu, operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha di mana penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.


3)                  Perusahaan Anjak Piutang
Perusahaan anjak piutang (factoring company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dan transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

4)                  Perusahaan Kartu Kredit
Perusahaan kartu kredit (credit card company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.

5)                  Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Perusahaan pembiayaan konsumen (consumers finance company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.

d.                  Lembaga Keuangan Lainnya
1)                  Perusahaan Asuransi
Perusahaan asuransi yang secara umum kegiatannya diatur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang asuransi. Jenis perusahaan asuransi yang ada dewasa ini dapat dikelompokkan, menjadi asuransi jiwa, asuransi sosial, asuransi kerugian, reasuransi.

2)                  Pegadaian
Kegiatan pegadaian bertujuan memberikan pinjaman kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang mengalami kesulitan keuangan. Besarnya pinjaman yang dapat diberikan untuk setiap peminjam ditetapkan pada suatu jumlah tertentu sesuai dengan nilai barang yang digadaikan. Pinjaman berjangka waktu pendek dan besarnya suku bunga ditetapkan per bulan. Pengelolaan pegadaian saat ini dilakukan oleh Perum Pegadaian.

3)                  Dana Pensiun
Dana pensiun adalah perusahaan pengelola program pensiun. Perusahaan dana pensiun menghimpun dana dari peserta berupa iuran dalam jumlah tertentu. Secara umum dikenal dua jenis program pensiun, yakni dana pensiun iuran pasti dan dana pensiun manfaat pasti. Dana pensiun iuran pasti adalah program di mana besaran iuran ditetapkan terlebih dulu, manfaat mengikuti kemudian. Sementara itu, dana pensiun manfaat pasti yang ditentukan terlebih dulu adalah besaran manfaatnya, iuran mengikuti kemudian.

4)                  Perusahaan Sekuritas
Perusahaan perdagangan surat berharga (securities company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan surat berharga.

2.3.2         Sistem Moneter
Sistem moneter di Indonesia adlaah lembaga-lembaga yang dapat menciptakan uang kartal dan uang giral yang terdiri atas sebagai berikut.
a.                   Otoritas moneter
Otoritas moneter adalah lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi:
1)                  Mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal sebagai alat pembayaran yang sah;
2)                  Memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa;
3)                  Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga-lembaga keuangan; dan
4)                  Sebagai pemegang kas pemerintah
Fungsi-fungsi otoritas moneter tersebut sesuai UU yang berlaku dilaksanakan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia)

b.                   Bank-bank Pencipta Uang Giral (BPUG)
BPUG mempunyai kedudukan yang khusus dalam sistem moneter. Hal tersebut adalah karena BPUG dapat atau diizinkan untuk menerima simpanan dalam bentuk giro, yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh pemiliknya, misalnya dengan cek sehingga simpanan tersebut diperlakukan oleh masyarakat sebagai uang dan memenuhi semua fungsi uang.

2.3.3         Perbankan
a.                   Bank Umum
Definisi bank umum secara singkat adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank-bank umum terdiri dari bank-bank umum pemerintah, bank-bank umum swasta nasional nondevisa dan bank-bank asing dan campuran. Kegiatan utama bank-bank umum adalah menghimpun dana masyarakat antara lain dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan, serta menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit baik kredit modal kerja maupun kredit investasi.
b.                  Bank Perkreditan Rakyat
Selain jenis bank-bank tersebut di atas, terdapat lembaga perbankan lainnya yaitu BPR yang antara lain terdiri dari bank pasar, bank desa, dan lumbung desa. BPR mnerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan serta memberikan kredit kepada pedagang di pasar-pasar atau penduduk desa. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. BPR dalam kegiatan penghimpunan dananya tidak dapat menerima simpanan dalam bentuk giro.

2.3.4         Pasar Uang Antar Bank
Pasar Uang Antarbank (PUAB) merupakan kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. Bank yang kelebihan dana (surplus unit) akan meminjamkan dananya kepada bank yang kekurangan dana (deficit unit). Sebagai kompensasi, bank pemberi pinjaman akan mengenakan suku bunga tertentu.
Secara umum jangka waktu pinjam meminjam ini berlangsung dalam waktu relatif pendek. Biasanya transaksi di pasar uang antarbank berjangka waktu satu hari (overnight) hingga 90 hari. Pasar uang antarbank diperlukan oleh bank-bank untuk menutupi kekurangan dana jangka pendek (mismatch). Dapat dikatakan bahwa pasar uang antarbank adalah “deposit market” di mana bank-bank yang mempunyai kelebihan dana menempatkan dananya pada bank-bank yang memerlukan. Umumnya transaksi di pasar uang antarbank berjangka waktu kurang dan 2 minggu dan sebagian besar bervariasi dari “overnight” sampai seminggu.
Sejauh ini bank pemerintah senantiasa bertindak sebagai pemberi pinjaman yang terbesar karena dananya sebagian besar berasal dari giro BUMN dan kredit likuiditas. LKBB membiayai kegiatan usahanya dengan menjual surat-surat berharga jangka pedek kepada bank, dunia usaha, dan para investor. Sementara itu, bank swasta dan asing hampir selalu sebagai pinjaman.

2.3.5         Pasar Modal
Di samping pasar uang, pasar modal juga terus didorong untuk menghimpun dana jangka panjang dari masyarakat. Oleh karena itu, pasar modal memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam kebijakan moneter.
Langkah-langkah pengembangan pasar modal di Indonesia mulai dirintis pada tahun 1972 dengan berdirinya Badan Pembina Pasar Uang dan Modal. Pasar modal Indonesia mulai diaktifkan tahun 1977 di Jakarta dengan dibentuknya Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) dan PT Danareksa.
Bapepam bertugas mengendalikan dan melaksanakan pasar modal, sedangkan PT Danareksa bertugas membeli dan memecah saham-saham perusahaan yang dibelinya menjadi sertifikat saham yang bernilai nominal lebih kecil agar dapat dijangkau oleh penanam modal kecil. Kegiatan pasar modal mengalami peningkatan pesat setelah dikeluarkannya Paket Kebijakan Desember 1987, yang mengizinkan berdirinya bursa paralel dan lebih berperannya lembaga penunjang pasar modal.

2.4               PERUBAHAN IS-LM YANG DISEBABKAN OLEH KEBIJAKAN MONETER
Efektifitas kebijakan moneter dan pengaruhnya dengan kurva IS-LM
a.                   Kurva IS,
Semakin datar kurva IS menandakan bahwa semakin efektif kebijakan moneter. Sebab turunnya tingkat bunga sebagai akibat dari penabahan jumlah uang yang beredar yang akan meningkatkan pengeluaran investasi yang cukup besar. Sebaliknya, semakin tegak kurva IS menandakan ketidakefektifan kebijakan moneter.
Kebijaksanaan moneter yang ekspansif, misalnya dengan penambahan jumlah uang yang beredar, menyebabkan kurva LM bergeser dari LM0 ke LM1. Efeknya terhaadap Y tergantung pada lereng kurva IS. Untuk IS datar, Y naik dari Y0 ke Y2, sedang untuk IS tegak, kenaikan Y lebih kecil, yakni dari Y0 ke Y1. Jelas makin datar kurva IS, kebijakan moneter makin efektif.

b.                  Kurva LM
Semakin datar kurva LM, maka kebijakan moneter makin tidak efektif. Alasannya, makin kecil turunnya tingkat bunga apabila jumlah uang beredar ditambah, sehingga dengan penurunan tingkat bunga yang kecil ini akan mengakibatkan kenaikan yang kecil dalam pengeluaran investasi dan juga Y, karena perubahannya yang begitu kecil sehingga mengakibatkan kebijakan moneter yang diterapkan tidak cukup efektif.
                                     

Untuk LM yang tegak, kebijakan moneter yang ekspansif menyebabkan kurva LM bergeser dari LMt0 ke LM t1 . Sedangkan untuk yang datar, kurvanya begeser dari LMᴅ1 ke LMᴅ2 . Untuk LM yang datar efeknya terhadap Y kecil dibandingkan dengan LM yang tegak. Dengan demikian makin datar LM kebjiakan moneter makin tidak efektif.
Menjelaskan kebijakan ekspansif dengan pendekatan ADAS. Pada gambar tampak adanya kenaikan di dalam jumlah uang beredar telah menyebabkan kurva permintaan agregat (AD) bergeser ke kanan dari AD0 (Ms0) ke AD1 (Ms1) yang mengakibatkan tingkat harga (P) naik dari P0 ke P1, dan pendapatan (Y) juga naik dari Y0 ke Y1.
Kebijakan moneter secara kontraktif pada model IS-LM menunjukkan pengurangan dari jumlah uang beredar (Ms) dari Ms0 ke Ms1, telah menyebabkan kurva LM bergeser ke kiri dari LM0 (Ms0)



DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. 2012. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAIDAH NAHI (LARANGAN)

Kaidah Mujmal dan Kaidah Mubayyan

Kaidah Perintah Pengantar Ushul Fiqh