Kaidah Perintah Pengantar Ushul Fiqh

KAIDAH PERINTAH

1.      PENGERTIAN PERINTAH
Lafaz Amar secara bahasa arab berarti perintah atau suruhan. Sedangkan menurut mayoritas ulama ushul fiqh, amar adalah suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya. Perintah untuk melakukan suatu perbuatan, seperti dikemukakan oleh Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al-Tasyri, disampaikan dalam berbagai redaksi antara lain:
a.       Perintah tegas dengan menggunakan kata amara dan yang seakar dengannya.
b.      Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seseorang dengan memakai kata kutiba (diwajibkan).
c.       Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan (jumlah khabariyah), namun yang dimaksud adalah perintah.
d.      Perintah dengan memakai kata kerja perintah secara langsung.
e.       Perintah dalam bentuk menjanjikan kebaikan yang banyak atas pelakunya.
f.       Perintah dengan menggunakan mudhari’ (kata kerja untuk sekarang dan yang akan datang) yang disertai oleh lam al-amr (huruf yang berarti perintah).
g.      Perintah yang menggunakan kata faradha (mewajibkan).
h.      Perintah dalam bentuk penilaian bahwa perbuatan itu adalah baik.

2.      BENTUK-BENTUK PERINTAH
Lafaz yang menunjukkan kepada amar atau perintah tersebut mempunyai beberapa bentuk, diantaranya:
a.       Fi’il Amar, seperti:
واتواالنساءصدقاتهن نحلة
Artinya: “Dan berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (Q.S. An-Nisa’:4)  

b.      Fi’il Mudhari’ yang diawali oleh لامالامر seperti:
ولتكن منكم امة يد عونالى الخير
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan. (Q.S. Ali Imron:104)

c.       Masdar pengganti Fi’il, seperti:
وبلوالدين احسانا
Artinya: “Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak.” (Q.S. Al-Baqarah:83)

d.      Lafaz yang mengandung makna perintah seperti, فرض,  كتب,  امرdan sebagainya. Contohnya:
Ø  Menggunakan lafaz faradha
Contoh: pada surat Al-Ahzab:50 yang artinya “Sungguh kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka.” (Q.S. Al-Ahzab:50)
Ø  Menggunakan lafaz kutiba
Contoh: Pada surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa.” (Q.S Al-Baqarah:183)
Ø  Menggunakan lafaz amara
Contoh: Pada Surat An-Nisa’ ayat 58 yang artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk menyampaikan amanah.” (q.S An-Nisa’:58)

3.      KAIDAH AMAR DALAM AL-QUR’AN
Kaidah-kaidah Amar dalam Al-Qur’an adalah ketentuan-ketentuan yang dipakai oleh Para Ulama dalam menentukan suatu hukum yaitu yang terdapat dalam Al-Qur’an. Para Ulama merumuskan kaidah-kaidah amar tersebut dalam beberapa kaidah, diantaranya yaitu:
a.      Kaidah Pertama
Kaidah pertama menyatakan bahwa pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tertentu. Pada ayat 62 Surat an-Nur yang mengancam akan menyiksa orang-orang yang menyalahi perintah Allah. Adanya ancaman siksaan itu menunjukkan bahwa suatu perintah wajib dilaksanakan.

b.      Kaidah Kedua
Amar atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.
Amar merupakan suatu lafaz yang mempunyai makna perintah. Oleh karena itu, perintah berhubungan untuk tuntutan atau harus dikerjakan, sedangkan larangan adalah untuk ditinggalkannya. Perintah adalah kebalikan dari larangan. Sebagai contohnya yaitu واعبدواالله artinya “Sembah Allah.”
Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan mempersekutukan Allah.

c.       Kaidah Ketiga
Adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja? Menurut para ulama Ushul Fiqh, pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan berulang-kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukkan perlu terwujudnya perbuatan yang diperintahkan itu dan hal itu sudah bisa tercapai meskipun hanya dilakukan satu kali. Contohnya terdapat pada ayat 196 surat Al-Baqarah, yang artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. (Q.S. Al-Baqarah:196)
Perintah melakukan haji dalam ayat tersebut sudah terpenuhi dengan melakukan satu kali haji selama hidup. Adanya kemestian pengulangan, bukan ditunjukkan oleh perintah itu sendiri tetapi oleh dalil lain. Misalnya pada ayat 78 Surat al-Isra’.

d.      Kaidah Keempat
Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan.
Para ulama mengelompokkan menjadi 3 yaitu:
v  Perintah tersebut dikaitkan dengan syarat, seperti yang terdapat pada Surat Al-Maidah ayat 6 yang atinya:
Jika kamu berjunub, maka mandilah.” (Q.S Al-Maidah:6)
v  Perintah tersebut dikaitkan dengan ‘Illat, senfan kaidah:
الحكم يدورمع العلة وجوداوعدما
Artinya: “Hukum itu ditentukan oleh ada atau tidak adanya illat.”
Seperti hukum rajam sebab melakukan zina. Firmah Allah pada surat An-Nur ayat 2 yang artinya: “Wanita dan laki-laki yang berzina maka deralah masing-masing seratus kali.” (Q.S. An-Nur:2)

v  Perintah tersebut dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illta, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAIDAH NAHI (LARANGAN)

Kaidah Mujmal dan Kaidah Mubayyan