Transaksi Lindung Nilai Syariah (Hedging Syariah) dan Implementasinya atas Nilai Tukar
1.
Pengertian Hedging Syariah
Istilah hedging dalam dunia
keuangan merupakan suatu investasi yang dilakukan dengan harapan untuk
mengurangi atau meniadakan risiko terhadap suatu investasi lain. Dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional, menjelaskan Lindung Nilai (alTahawwuth
al-Islami/IslamicHedging) atas Nilai Tukar adalah cara atau teknik untuk
mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat
adanya fluktuasi nilai tukar mata uang tertentu dimasa yang akan datang berdasarkan
prinsip syariah.
Dibandingkan dengan industri perbankan konvensional,
perbankan syariah masih belum dapat menggunakan instrumen lindung nilai yang
ada sekarang seperti forward, future, options dan swap. Berbeda dengan
konvensional, industri syariah dituntut untuk patuh pada aturan syariah. Posisi
perbankan syariah tidak dapat terlepas dari kerangka pemikiran syariah,
instrumen-instrumen tersebut diindikasikan mengandung unsur ketidaksempurnaan
informasi dalam kontrak (gharar), transaksi berbasis bunga (riba) dan transaksi
spekulatif (maysir) yang tidak diperkenankan dalam prinsip syariah.
2.
Karakteristik Hedging Syariah
Transaksi Hedging Syariah ini memiliki tiga karakteristik yang
unik, diantaranya yaitu:
a.
Hedging Syariah tidak boleh
dilakukan untuk tujuan yang bersifat spekulatif sehingga wajib memiliki underlying
(penjamin) untuk setiap pergerakan uang.
b.
Transaksi Hedging Syariah hanya
boleh dilakukan jika terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi resiko nilai
tukar dimasa mendatang terhadap mata uang asing yang tidak dapat dihindarkan.
c.
Menggunakan akad Muwa’adah, dimana
transaksi hedging syariah akan didahului oleh forward agreement atau rangkaian
forward agreement untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa
yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang
disepakati ketika saling berjanji.
3.
Jenis-Jenis Hedging Syariah
a.
Transaksi Forward Hedging
Yaitu transaksi valas dimana tanggal penyerahan valuta berjarak
lebih dari dua hari kerja dari kesepakatan transaksi dengan kurs yang telah
ditetapkan pada saat tanggal transaksi.
b.
Transaksi Future Contract
Hedging
Pada prinsipnya, future contract hedging sama dengan forward
hedging. Future contract hedging digunakan perusahaan untuk
melindungi atau melakukan perlindungan terhadap nilai transaksi yang sesuai
dengan sifat future market.
4.
RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Peraturan
Tanggal
|
:
:
|
Peraturan
Bank Indonesia No.18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan
Prinsip Syariah (Hedging Syariah)
|
Berlaku
|
:
|
26 Februari 2016
|
I.
Latar belakang dan Tujuan
Pengaturan
transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah ini sejalan dengan upaya
Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara nilai rupiah yang salah satunya
dipengaruhi oleh stabilitas nilai tukar rupiah sehingga mitigasi risiko
ketidakpastian pergerakan nilai tukar menjadi suatu keniscayaan. Hal ini
membutuhkan dukungan pasar keuangan yang likuid dan dalam, khususnya pasar
valuta asing domestik, dalam rangka menjaga kelangsungan kegiatan ekonomi nasional.
II. Materi Pengaturan
1. Pelaku transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip
syariah dapat dilakukan oleh:
a. Bank Umum Syariah (BUS)
b. Unit Usaha Syariah (UUS) sebagai pemberi dan pemohon
c. Nasabah sebagai pemohon
d. Bank Umum Konvensional (BUK) sebagai pemberi transaksi
lindung nilai berdasarkan prinsip syariah.
Dalam
melakukan transaksi lindung nilai syariah, BUS, UUS, dan BUK wajib:
a. Memperhatikan ketentuan BI yang mengatur mengenai
transaksi valuta asing terhadap rupiah dengan pihak domestik.
b. Menerapkan manajemen risiko sesuai dengan ketentuan
yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko yang diterbitkan oleh
otoritas yang berwenang.
c. Memperhatikan ketentuan yang mengatur mengenai batas
minimum pemberian pembiayaan atau kredit yang diterbitkan oleh otoritas yang
berwenang.
2. Transaksi lindung nilai syariah harus didahului dengan
forward agreement atau rangkaian forward agreement.
Forward agreement adalah
saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu
di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang
disepakati pada saat saling berjanji (saat melakukan forward agreement) dan
tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Apabila forward
agreement tidak dipenuhi maka pihak yang tidak memenuhi dapat dikenakan
ganti rugi (ta’widh).
3. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemohon dan
pemberi transaksi lindung nilai berdasarkan syariah antara lain:
a.
Transaksi
lindung nilai syariah tidak boleh dilakukan untuk tujuan yang bersifat
spekulatif sehingga wajib memiliki underlying transaksi yang
didukung dengan dokument underlying transaksi.
Underlying transaksi
adalah kegiatan yang mendasari kebutuhan untuk melakukan transaksi lindung
nilai syariah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.
Dokumen
dari forward agreement juga dilarang untuk diperjual belikan.
c.
Nilai
nominal transaksi lindung nilai syariah paling banyak sebesar nilai
nominal underlying transaksi yang tercantum dalam dokumen underlying transaksi.
d.
Jangka
waktu transaksi lindung nilai syariah paling lama sama dengan jangka
waktu underlying transaksi yang tercantum dalam dokumen underlying transaksi.
e.
Penyelesaian
transaksi lindung nilai syariah wajib dilakukan dengan pemindahan dana pokok
secara penuh.
f.
Pembatalan
terhadap transaksi lindung nilai syariah yang telah diikuti dengan pemindahan
dana wajib dilakukan dengan pengembalian dana secara penuh.
4. Underlying Transaksi lindung nilai berdasarkan
prinsip syariah adalah seluruh kegiatan:
a. Perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar
negeri; dan/atau
b. Investasi berupa direct investment, portfolio
investment, pembiayaan, modal, dan investasi lainnya di dalam dan di luar
negeri
Namun tidak termasuk:
a. penempatan dana pada bank antara lain berupa tabungan,
giro, deposito, dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD).
b. Kegiatan pengiriman uang oleh perusahaan transfer
dana.
c. Fasilitas pembiayaan yang masih belum ditarik, antara
lain berupa standby financing dan undisbursed
financing.
5. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang
diwajibkan menggunakan Rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI, tidak dapat
menjadi dokumen underlying transaksi.
6. Pemberi wajib memastikan Pemohon untuk menyampaikan
dokumen Underlying transaksi yang
dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat final maupun berupa perkiraan
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah untuk setiap transaksi lindung
nilai syariah pada saat forward agreement.
7. Transaksi lindung nilai syariah dilakukan
dengan transaksi lindung nilai sederhana (‘Aqd al Tahawwuth al-Basith)
atau transaksi lindung nilai kompleks (‘Aqd al Tahawwuth al- Murakkab).
8. Pencatatan transaksi dan pelaporan transaksi lindung
nilai syariah harus tunduk pada standar akuntansi keuangan yang berlaku. Dan
transaksi yang dilakukan oleh BUS, UUK atau BUK wajib dilaporkan kepada Bank
Indonesia sesuai ketentuan BI yang mengatur mengenai laporan harian bank umum.
5. FATWA DSN MUI NO 02/DSN-MUI/XII/2015
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NOMOR 02/DSN-MUI/XII/2015
TENTANG
PEDOMAN IMPLEMENTASI TRANSAKSI LINDUNG NILAI SYARIAH (AL-TAHAWWUTH AL-ISLAMI / ISLAMIC HEDGING) ATAS NILAI TUKAR
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NOMOR 02/DSN-MUI/XII/2015
TENTANG
PEDOMAN IMPLEMENTASI TRANSAKSI LINDUNG NILAI SYARIAH (AL-TAHAWWUTH AL-ISLAMI / ISLAMIC HEDGING) ATAS NILAI TUKAR
بِسْمِ
ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah
Menimbang
|
:
|
a.
bahwa fatwa DSN-MUI No.
96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging) atas Nilai
Tukar dipahami secara beragam oleh masyarakat, termasuk praktisi keuangan
syariah dan otoritas, sehingga dapat menimbulkan ketidakseragaman
implementasi dalam produk keuangan dan perbankan syariah;
b.
bahwa masyarakat memerlukan
panduan yang pasti dan jelas untuk mengimplementasikan fatwa tersebut;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu menetapkan
keputusan tentang Pedoman Implementasi Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami/Islamic Hedging) atas Nilai
Tukar;
|
Mengingat
|
:
|
a.
Fatwa DSN-MUI No.
96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging) atas Nilai
Tukar;Fatwa DSN-MUI No. 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa'd) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah;
b.
Fatwa DSN-MUI No.
7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah;
c.
Fatwa DSN-MUI No.
8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Musyarakah;
d.
Fatwa DSN-MUI No.
27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al Muntahiyah bi
At-Tamlik;
e. Fatwa
DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
|
Memperhatikan
|
:
|
1.
Surat Maybank Indonesia, Tbk.
Unit Usaha Syariah tertanggal 04 November 2015 & Permatabank Syariah
tertanggal 06 November 2015;
2.
Surat DSN-MUI No. B-273/DSN-MUI/X/2015
yang ditujukan kepada Bank Indonesia tertanggal 02 Oktober 2015;
3. Hasil
Rapat Badan Pelaksana Harian DSN-MUI pada tanggal 02 Desember 2015.
|
MEMUTUSKAN
Menetapkan
|
:
|
PEDOMAN
IMPLEMENTASI TRANSAKSI LINDUNG NILAI SYARIAH (AL-TAHAWWUTH AL-ISLAMI /
ISLAMIC HEDGING) ATAS NILAI TUKAR
I. Pedoman Umum mengenai Wa’d dan Akad
1.
Dalam transaksi lindung nilai
syariah ini terdapat:
a.
wa'd (muwa'adah) li al-sharf, yaitu janji untuk
melakukan transaksi pertukaran mata uang; dan
b.
akad al-sharf, yaitu transaksi pertukaran mata uang;
2.
Pada saat akad al-sharf dilakukan, unsur gharar tidak boleh terjadi, baik mengenai jumlah
valas dan jumlah valuta lokal yang akan dibeli/dijual maupun nilai tukar
aktual atau perhitungan nilai tukar aktual. Gharar (ketidakpastian)
dalam jumlah nominal valas / valuta lokal dan dalam nilai tukar atau
perhitungan nilai tukar akan mengakibatkan akad tidak sah,
3.
Dalam wa'd (muwa'adah), ketidakpastian mengenai jumlah
nominal valas / valuta lokal dan dalam nilai tukar atau perhitungan nilai
tukar tidak mengakibatkan wa'd (muwa'adah) menjadi
tidak sah.
4.
Pada dasarnya, para pihak yang
melakukan muwa'adah wajib melaksanakan
akad sesuai dengan muwa'adahnya. Namun
pada saat pelaksanaan akad, para pihak dapat menyepakati isi akad yang
berbeda dengan isi muwa'adah (wa'd) yang telah dibuatnya;
II. Pedoman Khusus
1.
Penjelasan tentang Kebutuhan
Nyata (al-hajah al-massah) dalam Fatwa DSN-MUI No. 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang
Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami /
Islamic Hedging) atas Nilai Tukar dalam Keputusan Kedua Ketentuan
Hukum:
"Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami / Islamic Hedging) atas Nilai Tukar berdasarkan kebutuhan nyata (al-hajah al-massah) boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam fatwa ini."
2.
Terkait "kebutuhan
nyata" sebagaimana pada angka 1 di atas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan
tersebut adalah:
a.
kebutuhan lindung nilai untuk
pembiayaan syariah;
b.
kebutuhan lindung nilai yang
timbul dari underlying transaction yang
tidak bertentangan dengan syariah
c.
kebutuhan lindung nilai yang
timbul dari kewajiban-kewajiban yang tidak bertentangan dengan syariah.
3.
Penjelasan tentang Jumlah
Nominal dalam Fatwa DSN-MUI No. 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung
Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami/Islamic Hedging)
atas Nilai Tukar Keputusan Keempat, yaitu:
a.
Dalam aqd al-tahawuth al-basith, Bagian Keempat, angka 1,
huruf a poin 2:
b.
Dalam aqd al-tahawuth al-murakkab, Bagian Keempat, angka
2 huruf b, poin 2
4.
Terkait persoalan sebagaimana
pada angka 3 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Dalam hal Mudharabah/Musyarakah,
1.
Pada saat muwa'adah lil sharf, dapat
disepakati jumlah indikasi nominalnya yang terdiri dari pokok Mudharabah / Musyarakah dan indikasi bagi
hasilnya;
2.
Pada saat akad, disepakati
nominalnya yang terdiri dari pokok Mudharabah/Musyarakah dan
nilai aktual bagi hasilnya.
b.
Dalam hal akad IMBT dapat
jelaskan sebagai berikut:
1.
Pada saat muwa'adah lil sharf, dapat
disepakati jumlah indikasi nominalnya yang terdiri dari pokok IMBT dan
perkiraan ujrahnya;
2.
Pada saat akad, disepakati
nominalnya yang terdiri dari pokok IMBT dan nilai aktual ujrahnya.
c.
Dalam hal Murabahah yang menggunakan wa'd (Master Agreement/Wa'd lil murabahah) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pada saat muwa'adah lil sharf, dapat
disepakati jumlah indikasi nominalnya yang terdiri dari pokok Murabahah dan
perkiraan marjinnya;
2.
Pada saat akad, disepakati
nominalnya yang terdiri dari pokok Murabahah dan nilai aktual marjinnya.
d.
Dalam hal Murabahah yang tidak
menggunakan wa'd (Non Master Agreement/bi ghairi
wa'd lil murabahah)dapat jelaskan sebagai berikut:.
1.
Pada saat muwa'adah lil sharf, disepakati
jumlah nominalnya yang terdiri dari pokok Murabahah dan marjinnya;
2.
Pada saat akad, disepakati
nominalnya yang terdiri dari pokok Murabahah dan nilai aktual marjinnya.
5.
Penjelasan tentang nilai tukar
atau perhitungan nilai tukar dalam Fatwa DSN-MUI No. 96/DSN-MUI/IV/2015
tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami /
Islamic Hedging) atas Nilai Tukar Keputusan Keempat, yaitu:
a.
Dalam aqd al-tahawuth al-basith, Bagian Keempat, angka 1,
huruf a, poin 3;
b.
Dalam aqd al-tahawuth al-murakkab, Bagian Keempat, angka
2 huruf b, poin 3;
c.
Dalam Batasan Ketentuan Bagian Kelima, angka 6
"Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar harus disepakati pada saat
saling berjanji (muwa'adah)".
6.
Pada saat muwa'adah lil sharf harus
disepakati salah satu dari dua hal berikut:
a.
Nilai tukar yang akan berlaku
pada saat akad; atau
b.
Perhitungan nilai tukar yang
akan berlaku pada saat akad.
7.
Yang dimaksud perhitungan nilai
tukar pada angka 6, huruf b di atas adalah rasio nilai nominal valuta lokal
terhadap nilai nominal valuta asing atau sebaliknya.
8.
Perhitungan untuk mendapatkan
nominal valuta lokal dan nominal valuta asing menggunakan cara perhitungan
yang umum digunakan dalam pasar keuangan.
9.
Yang dimaksud nilai nominal
valuta lokal dan valuta asing pada angka 7 di atas adalah sebagai berikut:
a.
Dalam hal Mudharabah/Musyarakah, adalah nominal valuta lokal
dan valuta asing yang terdiri dari pokok Mudharabah/Musyarakah dan
perkiraan bagi hasilnya.
b.
Dalam hal IMBT, adalah nominal
valuta lokal dan valuta asing yang terdiri dari pokok IMBT dan perkiraan
ujrahnya.
c.
Dalam hal Murabahah, adalah
nominal valuta lokal dan valuta asing yang terdiri dari pokok Murabahah dan
perkiraan marjinnya (untuk Master AgreementMurabahah)
atau nilai marjinnya (untuk non-Master Agreement Murabahah).
10.
Dalam perhitungan bagi
hasil/ujrah/marjin pada angka 9 huruf a, b, dan c di atas adalah sebagai
berikut
a.
pada saat muwa'adah lil sharf dapat menggunakan benchmark rate yang berlaku umum di pasar
keuangan.
b.
pada saat akad sharf harus menggunakan nilai nominal valuta lokal
dan valuta asing.
11.
Penjelasan tentang
"Lembaga Keuangan Konvensional sebagai Penerima Lindung Nilai dari
LKS" dalam fatwa DSN-MUI Nomor 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi
Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami /
Islamic Hedging) atas Nilai Tukar, Bagian Kelima, angka 5, huruf
b:
"Pelaku transaksi Lindung Nilai syariah atas Nilai Tukar adalah antara lain:
a.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS);
b.
Lembaga Keuangan Konvensional
(LKK) hanya sebagai penerima lindung nilai dari LKS;
c.
Bank Indonesia;
d.
Lembaga bisnis yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;
e.
Pihak lainnya yang kegiatannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;"
12.
Terkait LKK sebagaimana pada
angka 12 di atas adalah:
Yang dimaksud peran LKK dalam transaksi lindung nilai syariah yang terbatas hanya selaku pemberi lindung nilai adalah menerima lindung nilai atas permohonan yang diajukan oleh LKS.
13.
Bank pada dasarnya melakukan
transaksi lindung nilai pada kewajiban valuta asing yang akan menjadi
bebannya, apabila Bank tidak dapat menyalurkannya dalam valuta yang sama.
Dengan demikian, transaksi lindung nilai memang berasal dari sisi liabilty(passiva) bank.
14.
Penjelasan Fatwa Hedging bagian
kelima no. 7, adalah sebagai berikut:
Pada dasarnya, wa'd atau muwa'adah wajib dilaksanakan pada saat jatuh tempo, apabila terpenuhi syarat-syarat sebagaimana disebut dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa'd) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah, Bagian Keempat. Namun demikian, para pihak (wa'id dan mau'ud) boleh bersepakat untuk mengubah wa'd, baik membatalkan wa'd atau muwa'adah (seperti halnya boleh melakukan iqalah dalam akad jual beli), mempercepat pelaksanaan wa'dmaupun memperpanjang jangka waktu wa'd untuk melakukan transaksi secara spot.
a.
Perpanjangan wa'd untuk transaksi
Untuk perpanjangan transaksi, boleh dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Para pihak bersepakat untuk
memperpanjang jangka waktu pelaksanaan wa'd tanpa
membatalkan wa'd itu sendiri. Dalam hal
ini, pada saat jatuh tempo tersebut transaksi spot tidak perlu dilaksanakan.
2.
Wa'd untuk
transaksi dilaksanakan sebanyak dua kali. Bank Syariah sebagai penjual dollar
pada transaksi pertama, dan sebagai pembeli dollar pada transaksi kedua.
Dalam transaksi pertama, bank syariah berhak menerima rupiah, dan wajib
menyerahkan dollar. Sebaliknya, pada transaksi kedua, bank syariah berhak
menerima dollar, dan wajib menyerahkan rupiah. Kedua transaksi jual-beli
tersebut boleh dilakukan secara netting.
b.
Percepatan transaksi
Percepatan transaksi boleh dilaksanakan berdasarkan kesepakatan tanpa harus membatalkan wa'd atau muwa'adah. Dalam hal ini, para pihak hanya bersepakat untuk mengurangi atau mempercepat masa jatuh tempo wa'd, dan pada saat itu transaksi spot yang didasarkan pada wa'd dilaksanakan. Untuk itu, tidak diperlukan adanya transaksi lindung nilai baru.
c.
Pengakhiran transaksi
Pengakhiran transaksi boleh dilaksanakan berdasarkan kesepakatan tanpa harus ada pelaksanaan transaksi spot yang didasarkan pada wa'd atau muwa'adah.
15. Keputusan
DSN-MUI ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Fatwa DSN-MUI
No. 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging) atas Nilai
Tukar dan berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan jika di kemudian hari terdapat
kesalahan dalam pedoman ini akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
|
Sumber:
1. Peraturan Bank Indonesia No.18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah (Hedging Syariah)
2. FATWA DSN MUI NO 02/DSN-MUI/XII/2015
Pict by: http://www.syariahfinance.com/pasar-modal/88-hedging-syariah-diharapkan-dilakukan-di-dalam-negeri.html
Pict by: http://www.syariahfinance.com/pasar-modal/88-hedging-syariah-diharapkan-dilakukan-di-dalam-negeri.html
Komentar
Posting Komentar