MEKANISME PENERAPAN AKAD IJARAH DALAM PERUM PEGADAIAN SYARIAH
MEKANISME PENERAPAN AKAD IJARAH
DALAM PERUM PEGADAIAN SYARIAH
ABSTRAK
Paper ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana implementasi atau penerapan akad ijarah dalam
layanan Perum Pegadaian Syariah. Karena di zaman sekarang ini telah banyak
berbagai macam lembaga keuangan yang berbasis syariah, baik itu lembaga
keuangan bank maupun bukan (non) bank. Dalam pembahasan ini, menunjukkan bahwa
akad yang diterapkan dalam pelayanan gadai syariah menggunakan akad ijarah yang
berkaitan dengan sewa modal. Akad ijarah dalam hal ini diimplementasikan
dalam satu transaksi, yaitu untuk menahan harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang telah diterimanya dengan pembayaran upah sewa yang
diperoleh dari pemeliharaan dan penyimpanan atas barang jaminan yang ada dalam
Pegadaian Syariah. Dengan kata lain, pihak Pegadaian bisa dimungkinkan untuk
menarik biaya sewa atas penyimpanan barang jaminan milik nasabah setelah
melakukan akad.
Kata Kunci: Ijarah, Pegadaian
Syariah
1. PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik
kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Namun, tidak semua masyarakat bisa
memenuhi kebutuhan tersebut. Masing-masing individu juga saling bergantung satu
sama lain untuk memenuhi hajat hidupnya karena manusia merupakan makhluk sosial
yang senantiasa berinteraksi antar satu dengan lainnya. Berdasarkan
kemaslahatan itulah, Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk saling bahu
membahu antar sesama.
Dalam perkembangannya,
perekonomian masyarakat yang semakin maju muncullah beberapa jasa pembiayaan
yang ditawarkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, baik itu oleh lembaga
keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Pada zaman sekarang ini juga
sudah banyak lembaga keuangan yang mengaku dirinya sebagai Lembaga Keuangan
Syari’ah. Lembaga keuangan syariah merupakan suatu sistem yang dimana penerapan
transaksinya menggunakan prinsip syariah atau sesuai dengan ajaran agama Islam.
Salah satunya yaitu Pegadaian Syariah. Pegadaian Syariah disini bisa berfungsi
sebagai salah satu cara untuk orang-orang yang sedang kekurangan dana dengan
cara memberikan jaminan.
Adapun
bentuk transaksi yang terjadi dalam Pegadaian Syariah yaitu bermacam-macam,
salah satunya adalah ijarah. Ijarah atau yang biasa disebut
dengan sewa-menyewa merupakan suatu akad atas manfaat dengan suatu imbalan.
Objek dari ijarah dalam hal ini adalah atas benda atau barang-barang
berharga. Terkait dengan banyaknya pembiayaan yang menggunakan sistem Ijarah
dalam bisnis perbankan maupun non perbankan, maka perlu sekiranya untuk
mengetahui tentang mekanisme terkait hal tersebut. Dan mekanisme tersebut juga
haruslah sesuai dengan prinsip kehati-hatian guna untuk meningkatkan
keefisienan kinerja suatu lembaga keuangan.
2.
LANDASAN
TEORI
2.1 Pegadaian Syariah (Rahn)
2.1.1
Pengertian
Gadai atau yang biasa disebut rahn merupakan
menyandra sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat
diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. (Zainuddin Ali, 2008)
2.1.2
Rukun
Rahn (Gadai)
1) Orang yang melaksanakan akad
yaitu orang yang menggadaikan barang (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).
2) Barang yang akan digadaikan (marhun)
sebagai jaminan dan barang/uang yang dipinjamkan.
3) Sighat (ijab qabul) atau
perjanjian gadai antara pemberi gadai dan penerima gadai.
2.1.3
Syarat
Rahn (Gadai)
1)
Kedua
belah pihak merupakan orang-orang yang sah melakukan tindakan hukum seperti
dalam hal jual beli. Sehingga akad gadai akan tidak sah jika yang melakukan
adalah orang gila atau anak kecil (mahjur).
2)
Barang
yang dapat digadaikan adalah sesuatu yang segera dapat diterima atau dikuasai
oleh penerima gadai, bukan barang yang masih dalam penguasaan orang lain.
3)
Memenuhi
ketentuan administrasi apabila akad rahn dilakukan dengan pegadaian yang
dikelola oleh pemerintah.
2.2 Ijarah
2.2.1
Pengertian
Ijarah
Secara etimologi, ijarah merupakan
sewa, upah, jasa, atau imbalan. Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
2.2.2
Fatwa DPN NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
a.
Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah
1)
Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berkontrak
2)
Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi
sewa/pemberi jasa, dan penyewa/pengguna jasa.
3)
Obyek akad Ijarah, yaitu:
Ø Manfaat
barang dan sewa
Ø Manfaat
jasa dan upah
b.
Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah
1)
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau
jasa.
2)
Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3)
Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4)
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syari’ah.
5)
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6)
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7)
Pembayaran sewa atau upah
boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek
kontrak.
8)
Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
3.
PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Operasional Pegadaian
Syariah
a.
Marhun (barang yang digadaikan)
Menurut Syafi’iyah, barang yang dapat digadaikan yaitu bisa
berupa semua barang yang boleh dijual. Sedangkan menurut pendapat ulama, barang
tersebut harus berupa barang yang terwujud nyata di depan mata agar bisa
diserah terima secara langsung, barang tersebut menjadi milik rahin dan barang
yang digadaikan harus berstatus sebagai piutang bagi pemberi pinjaman
b.
Risiko
dan Kerusakan Rahin
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa murtahin tidak
menanggung risiko apapun jika terjadi kerusakan atau hilangnya marhun tersebut
tanpa sengaja. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, murtahin menanggung risiko
sebesar harga marhun minimum, dihitung mulai dari waktu diserahkannya marhun ke
murtahin sampai hari rusak atau hilang.
c.
Pemanfaatan
Marhun
Marhun tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh rahin
ataupun murtahin. Karena status marhun tersebut hanya sebagai jaminan hutang
dan amanah bagi murtahin untuk menjaganya. Namun, jika kedua pihak yang
bersangkutan telah memberikan izin sesuai dengan kesepakatan maka marhun tersebut
boleh dimanfaatkan dan hasilnya menjadi milik bersama.
d.
Pelunasan
Marhun
Jika pelunasan telah tiba pada waktu yang telah ditentukan,
dan rahin belum membayar hutangnya. Selanjutnya diberitahu oleh murtahin, dan
rahin tetap tidak mau membayar marhun bih dan tidak pula mau menjual marhunnya,
maka murtahin bisa menjual marhun untuk melunasi hutangnya.
e.
Prosedur
Pelelangan Marhun
Adapun syarat menjual marhun ketika jatuh tempo, yang
dibolehkan yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
Murtahin
harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin
2)
Bisa
memperpanjang tenggang waktu pembayaran
3)
Jika
murtahin benar-benar membutuhkan uang dan rahin belum melunasi marhun bih, maka
murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada murtahin lain dengan izin rahin
4)
Jika
ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual marhun dan kelebihan
uangnya dikembalikan kepada rahinnya
5)
Jika
hasil penjualan marhun lebih kecil dari jumlah marhun bihnya, maka rahin harus
menambah kekurangan tersebut
3.2 Akad Ijarah yang digunakan dalam
Pegadaian Syariah
Timbulnya ijarah bisa disebabkan oleh
adanya kebutuhan akan suatu barang atau manfaat barang oleh nasabah yang sedang
tidak memiliki sistem keuangan yang lebih. Dengan kata lain, Pegadaian
bisa berfungsi sebagai semata-mata untuk
memberikan pertolongan kepada orang yang kekurangan dana dalam bentuk barang
yang digadaikan dianggap sebagai jaminan, dan bukan semata-mata untuk
kepentingan komersial dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa
menghiraukan kemampuan orang lain.
Sedemikian akad ijarah, dalam hal ini juga
tidak bisa dipisahkan dengan akad Rahn. Dan penerapan atau implementasi dari
akad ini yaitu nasabah akan memberikan fee kepada pihak Pegadaian ketika masa
kontrak telah berakhir. Menurut Fatwa DSN NO: 09/DSN-MUI/IV/2000
TENTANG PEMBIAYAAN IJARAH, massa berakhirnya akad ijarah bisa disebabkan
oleh:
v Objek hilang atau
musnah
v Waktu
atau tenggang waktu yang disepakati telah berakhir
v Karena
pembatalan oleh kedua belah pihak yang berakad, sebagaimana pembatalan dalam
akad jual beli
v Menurut
ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad
v Menurut
ulama Hanafiyah, jika ada uzur dari salah satu pihak seperti rumah yang
disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah
batal. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzzur yang boleh membatalkan akad
ijarah hanyalah apabila obyeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu
hilang.
Pelaksanaan akad ijarah dalam hal ini
dimaksudkan dalam artian nasabah (rahin) memberikan fee kepada murtahin
ketika masa kontrak telah berakhir dan murtahin mengembalikan marhun
kepada rahin. Oleh sebab itu untuk menghindari adanya riba, maka dalam
transaksi ijarah masalah pengenaan biaya jasa barang simpanan nasabah
harus memenuhi beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:
Ø Besarnya biaya sewa harus
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan presentase.
Ø Sifatnya harus nyata, jelas dan
pasti, serta terbatas pada hal-hal yang mutlaq diperlukan untuk terjadinya
transaksi ijarah.
Ø Tidak terdapat tambahan biaya
yang tidak tercantum dalam akad.
1. Nasabah
(rahin) datang ke kantor Pegadaian Syariah (murtahin) untuk meminta fasilitas
pembiayaan atau meminjam uang yang dibutuhkan dengan membawa marhun yang tidak
dapat dimanfaatkan atau dikelola yang akan diserahkan kepada murtahin.
2. Murtahin
melakukan pemeriksaan termasuk menaksir harga marhun yang telah diberikan oleh
rahin sebagai jaminan utangnya.
3. Setelah
semua persyaratan telah terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan melakukan akad.
4. Setelah
akad dilakukan, maka murtahin akan memberikan sejumlah marhun bih (pinjaman)
yang diinginkan rahin dimana jumlahnya disesuaikan dengan nilai taksiran barang
(dibawah nilai jaminan).
5.
Sebagai
biaya pengganti biaya administrasi dan biaya perawatan, maka pada saat melunasi
marhun bih, maka rahin akan memberikan sejumlah ongkos kepada murtahin.
4.
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pegadaian Syariah berbeda dengan
Pegadaian konvensional yang menggunakan sistem bunga, dalam konsep gadai
syariah diterapkan akad ijarah yang merupakan akad pemindahan manfaat atas
suatu barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu melalui pembayaran upah/sewa
tempat, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dan
sebagaimana dalam pembahasan diatas, penerapan akad ijarah terdapat kebolehan
untuk menggunakan manfaat atau jasa sesuai dengan perizinan kedua belah pihak
yang bersangkutan dengan suatu penggantian yang berupa fee atau kompensasi.
4.2 Saran
Sebagai umat muslim sebaiknya
mengimplementasikan ijarah untuk bermuamalah sesuai dengan syariat islam.karena
selain semua itu sudah diatur oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Hadist. Dan juga
untuk Pegadaian Syariah diharapkan dapat membentuk sumberdaya insani yang
berkesinambungan agar dapat mencerminkan karakteristik sebagai Pegadaian yang
berbasis syariah, serta agar sumber daya manusianya bisa mengerti atau memahami
betul tentang produk dan akad-akad yang ada di Pegadaian Syariah secara
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Nurul
Huda dan Mohamad Haykal. 2010. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Ali,
Zainuddin. 2008. Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 96
Muslich,
Ahmad. 2015. Fiqh Muamalat. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Bukido
Rosdalina dan Hasan Faradila. 2016. Penerapan Akad Ijarah pada Produk Rahn
di Cabang Pegadaian SyariahIstiqlal Manado. Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah. Vol.
14, No. 1
Nasution,
Rachmad Saleh. 2016. Sistem Operasional Pegadaian Syariah. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islam. Vol. 1, No. 2, 93-119
Komentar
Posting Komentar